Kearifan Lokal: Sumbu Gerakan Perjuangan Gusdur
Jodipan, Malang |
“Sembilan nilai Gus Dur adalah nilai-nilai utama yang menjadi sumbu gerakan perjuangan Gus Dur. Gus Dur tidak meletakkan kekuasaan sebagai sumbunya. Tidak juga politik, kedudukan dan kekayaan. Gus Dur juga tidak hanya mengelola 1 isu, tetapi segala hal yang terkait 9 nilai ini pasti akan di respon oleh Gus Dur. Tengoklah setiap sepakterjang Gus Dur. Niscaya kita akan melihat nilai-nilai ini bertebaran” - Alissa Wahid.
K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) |
Perlawanan yang bersifat paradoks kerap kali dilangsungkan oleh
tokoh jempolan; Gus Dur, dan terkadang besebrangan dengan pendapat mayoritas
masyarakat sehingga sering kali mendapat julukan tokoh kontroversial sebagai labeling.
Sebagai masyarakat awam, sudah seharusnya kita menggali pemahaman terhadap
nuansa pemikiran dan tindakan Gus Dur yang sangat mendalam dalam persoalan
kehidupan. Perumusan 9 nilai pemikiran Gus Dur pada peringatan setahun wafatnya
Gus Dur merupakan aparatus yang dapat kita jadikan teladan dan warisan Gus Dur
yang dapat kita kenyam dalam kehidupan. 9 nilai Gus Dur meliputi: Ketauhidan,
Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Persaudaraan, Kesedrhanaan,
Kesatriaan serta Kearifan Lokal.
Kearifan lokal yang dijadikan Gus Dur sebagai sumber gagasan dan pijakan
sosial, budaya, dan politik merupakan salah satu spektrum 9 nilai Gus Dur yang
menarik bagi penulis. Kearifan lokal masyarakat Indonesia yang mengandung nilai-nilai
falsafah dan sifat-sifat rohaniah yang tinggi dapat ditemukan dalam kesenian
wayang. Wayang merupakan sarana upacara
untuk menyembah leluhur dan pemujaan roh nenek moyang pada saat masyarakat
masih menganut kepercayaan animisme dinamisme dan kemudian masuklah budaya
Budha yang memperkenalkan cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai isi lakon
pewayangan.
Perkembangan kesenian wayang; selain sebagai media hiburan yang dapat
dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, wayang juga dapat dialih fungsi
menjadi sarana dakwah seperti yang dilakukan oleh para wali dalam penyebaran
Agama Islam. Pementasan
wayang yang sederhana dan terbuka dapat merangkul masyarakat yang secara tidak
langsung mendorong mereka untuk saling berinteraksi tanpa memandang keberagaman
status sosial juga mengajak untuk bersama-sama menjaga persatuan dan saling
toleransi. Karakteristik tokoh pewayangan dapat Mengangkat kearifan lokal
disertai ajakan untuk menjaga nilai kejujuran, menjaga sikap hormat terhadap
orang tua dan guru, serta mengembangkan prilaku toleran terhadap sesama.
Kisah inspiratif dan persuasif lakon pewayangan yang mengandung
nilai-nilai kerohanian dapat diterima oleh semua penganut Agama karena tidak
adanya insinuasi yang mencerminkan diskriminasi. Dengan demikian, penulis mendeklarasikan
kesenian wayang sebagai kearifan dan moral lokal masyarakat Indonesia yang
membumikan keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan, tanpa kehilangan sikap
terbuka dan progresif terhadap perkembangan peradaban seperti dalam 9 nilai pemikiran
Gus Dur.
mantul
ReplyDeleteLanjut kan
ReplyDelete